Korupsi merupakan kejahatan tikus berdasi. ekstraordinary crime
yang satu ini sangat sulit dihapuskan di bumi pertiwi ini. Kenapa
dilakukan mereka yang notabene berpendidikan dan punya jabatan? Adakah
cara efektif memberantasnya?
Semua orang pasti tahu binatang
pengerat ini. Sebagian kita bahkan jijik melihatnya apalagi memegangnya.
Hidupnya di sawah, saluran air, rumah, atap, got, tempat sampah dan
tempat kotor lainya. Penyebar penyakit pes ini selalu menimbulkan
kerugian bagi manusia. Hama bukan hanya bagi petani di persawahan,
namun musuh ibu rumah tangga kerena mengotori makanan dan peralatan
dapurnya. Binatang omnivora pemakan segala yang tidak hanya menyantap
makanan manusia, kabel listrik pun di embat juga. Tergolong rakus dan
suka dengan tempat gelap.
Dasi adalah asesori pelengkap seorang
eksekutif, pejabat, karyawan, direktur, bahkan sopir bussway. Benda yang
melingkar di leher ini memiliki daya pikat luar biasa. Dengan model
yang casual bisa menjadikan seorang tampak trendy.
Model simple membikin pemakainya kelihatan resmi. Memang dasi bisa jadi
alat bunuh diri. Lilitkan saja dileher dan terjun bebas dari lantai
sebelas hotel mewah dan berkelas. Namun kesan yang timbul dari orang
berdasi adalah profesional, terdidik, dan berkantong tebal.
Korupsi dalam kamus besar bahasa indonesia ( KBBI ) adalah
penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dsb) untuk
keuntungan pribadi atau orang lain. Tentu saja kegiatan ini hanya bisa
dilakukan setidaknya bagi orang yang memiliki wewenang, jabatan, atau
posisi tertentu yang berhubungan dengan uang, baik secara langsung
maupun tidak langsung, berhubungan dengan pelayanan publik, pembelian
atau penjualan aset,dan posisi strategis lainya. Kalau ada kawan yang
bilang, itu ladang " basah " yang selalu diperebutkan.
Seorang
pejabat, birokrat, pegawai ataupun pekerja yang melakukan tindakan
korupsi ini tak ubahnya seperti tikus berdasi yang senang mencari
posisi. Menggerogoti sendi - sendi keadilan, kebenaran secara
terselubung. Bermain di area gelap dan kotor. Orang seperti ini tak
ubahnya tikus lagi makan kue milik orang lain yang bukan haknya. Kalau
korupsi dilakukan pegawai atau pimpinan perusahaan swasta, maka yang
pasti dirugikan adalah pemilik perusahaan.Namun jika pegawai negeri,
pejabat negara yang berkuasa menyelewengkannya untuk kepentinga pribadi
atau kelompok, tak ayal lagi rakyat jugalah yang akhirnya menderita.
Uang yang seharusnya buat subsidi, bantuan rakyat miskin dan program pro
rakyat lainya diembat ke kantong mereka.
Uang adalah materi di
dunia yang sangat didewakan. Barang yang satu ini ibarat perawan, dia
kembang desa yang selalu dikejar lelaki. Jabatan dan posisi juga menjadi
incaran dan tak pernah sepi pelamar.Namun apakah yang terjadi disaat
seorang telah mendapatkan posisi? Kenikmatan kedua yang dicari adalah
uang yang berlimpah.Tak peduli menyalahgunakan jabatan, yang penting
pundi bertambah. Tiada lagi sadar gaji yang diterima dari rakyat jelata,
yang penting rupiah mengalir deras ke kantongya. Profesionalisme
digadaikan, kekuasaan di selewengkan, jabatan jadi alat pengeruk
harta.Korupsi bisa jadi jalan lain mendapatkan materi. Uang haram saja
susah, gimana dengan uang halal, itu sekadar alibi dari mereka yang
sudah gelap mata hati.
Pendidikan tinggi bukan jaminan menjadikan
mentalitas dan moralitas bersih. Ternyata mereka inilah yang kemudian
lebih banyak menggelapkan harta rakyat daripada orang berpendidikan
rendah. Sifat dasar manusia yang rakus, tidak ditopang dengan iman yang
kuat, membuat hati bisa goyah melihat tumpukan rupiah. Kembali lagi
sistem pendidikan kita yang cenderung materialistik daripada
spiritualistik sepertinya perlu dikaji. Pendidikan moral agama
sepatutnya menjadi prioritas dari mulai awal periode pendidikan dasar
hingga pendidikan tinggi.
Sanksi hukuman yang ringan menjadi
bagian dari mata rantai korupsi ini. Kumpulan tikus berdasi ini tidak
pernah jera karena kawan lainya hanya dipenjara beberapa saat saja.
Beberapa malah sempat tamasya ke luar negeri bahkan ogah balik ke
indonesia lagi. Efek jera harus ada dalam pelaksanaan punishment
ini. Jika perlu hukuman mati bagi koruptor kelas kakap patut
dipertimbangkan. Potong tangan atau denda dua kali lipat dari hasil
kegiatan korupsinya bisa jadi alternatif untuk membuat keder
para koruptor. Tidak adil kalau maling ayam dihukum tiga bulan plus
digebukin masa, sedang koruptor milyaran enak - enak tamasya ke luar
negeri. Mereka harus dibasmi sampai ke akar - akarnya.
Pihak yang
terkait dari mulai aparat penegak hukum hingga pengadilan hendaknya
berkoordinasi dan bekerjasama membrantas tikus - tikus ini. Lembaga
seperti Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) sepatutnya terus didukung
dan diperkuat dengan instrumen Undang - Undang yang lebih baik lagi.
Legislatif dalam hal ini DPR hendaknya kembali merumuskan kebijakan -
kebijakan mengenai tindak pidana korupsi dan hukuman yang setara dan
adil bagi para koruptor.
"Mereka yang berpakaian rapi, yang mengandalkan profesi, dan mereka yang selalu berdasi ternyata yang membodohi"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar